Kamis, 14 Maret 2013

Kekerasan membawa bawa Agama


menjalankan perintah sesuai dengan petunjuk Allah tentu sangat rentan terhadap godaan berbuat kemungkaran. Kondisi nyata dalam masyarakat ini mengharuskan adanya amar makruf nahi munkar untuk mereduksi atau mencegah meluasnya kemungkaran itu dengan berbagai kemampuan yang dimiliki. Di sisi lain mengajak manusia untuk senantiasa berbuat baik dan konsisten dalam kebaikan itu sehingga tidak ada celah yang dapat dimasuki oleh godaan-godaan yang dapat mengantarkan kepada perbuatan kemungkaran.
Perintah untuk beramar makruf nahi munkar dengan gradasi berbeda dipahami oleh masyarakat secara berbeda pula. Setidaknya, ada tiga pemahaman masyarakat Islam dalam memahami dan mengamalkan perintah beramar makruf nahi munkar sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat dan Hadits di atas: Kelompok pertama, melakukan amar makruf dan nahi munkar dengan paksaan dan kekerasan. KeloTnpok ini beranggapan bahwa tingkatan paling tinggi dalam melakukan amar makruf dan nahi munkar adalah dengan tangan (fisik), sehingga kegiatan yang bersifat eksplosif terutama untuk mehakut-nakuti orang lain agar tidak melakukan hal yang sama perlu dengan paksaan dan kekerasan. Akibat dari pemahaman ini kita jumpai dalam masyarakat ada perorangan atau lembaga yang bertindak bagai penegak hukum dengan merazia dan merusak area yang dianggap sebagai wilayah tempat kemungkaran Atau, memaksa orang lain untuk melakukan ibadah tertentu sebagai manifestasi dari amar makruf dengan tangan. Orang yang tidak shalat dipaksa pergi ke masjid, yang tidak puasa dipaksa untuk puasa, pendek kata memaksa orang lain menjalankan ajaran agarna di bawah ancaman. Tanpa menyudutkan kelompok-kelompok tertentu, ada di antara kelompok ini yang melakukan nahi munkar dengan kemungkaran baru.

Kelompok kedua, orang yang melakukan amar makruf dan nahi munkar didasarkan pada kedudukar. dan fungsinya dalam masyarakat. Atau lebih mudahnya, kelompok ini selalu melihat hubungan antara pelaku dengan penganjur amar makruf nahi munkar. Fungsi pemimpin s.ruktural atau fungsional dalam masyarakat mengharuskan beramar makruf nahi munkar berdasarkan 

kekuasaan yang dimiliki masing-masing. Ia harus menggunakan fungsi dan kewenangannya untuk beramar makruf nahi munkar pada bawahan atau kelompok yang menjadi tanggung jawabnya. Sementara itu, bagi seorang ilmuwan, akademisi, praktisi, dan sejenisnya melakukannya dengan lisan atau tulisan untuk menggugah orang lain melakukan kebaikan dan mencegah dirinya dan orang lain dari perbuatan munkar. Sedangkan bagi orang awam minimal dengan hati, yaitu ada getaran ketidaksenangan terhadap perbuatan mungkar yang dilakukan orang lain. Tidak ada lagi tingkatan di bawah ini karena hal itu menandakan ketiadaan iman di dalam sanubari orang itu.

Kelompok ketiga, yaitu orang yang tidak mau peduli dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kebaikan seseorang dengan menjadi penganjur kepada yarg makruf dan melarang atau mencegah perbuatan munkar yang dilakukan orang lain. Orang yang dikategorikan dalam kelompok ketiga, lebih tepat disebut sebagai orang-orang apatis atau orang-orang yang sangat permisif terhadap pentingnya amar makruf dan nahi munkar. Ciri orang yang berada dalam kategori ini adalah selalu bersikap masa bodoh terhadap lingkungannya, baik untuk perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Lebih mengutamakan kesalehan individual daripada kesalehan sosial. Lebih mementingkan penyelamatan diri sendiri daripada penyelamatan umat.