menjalankan
perintah sesuai dengan petunjuk Allah tentu sangat rentan terhadap godaan
berbuat kemungkaran. Kondisi nyata dalam masyarakat ini mengharuskan adanya
amar makruf nahi munkar untuk mereduksi atau mencegah meluasnya kemungkaran itu
dengan berbagai kemampuan yang dimiliki. Di sisi lain mengajak manusia untuk
senantiasa berbuat baik dan konsisten dalam kebaikan itu sehingga tidak ada
celah yang dapat dimasuki oleh godaan-godaan yang dapat mengantarkan kepada
perbuatan kemungkaran.
Perintah untuk beramar makruf nahi munkar dengan gradasi berbeda
dipahami oleh masyarakat secara berbeda pula. Setidaknya, ada tiga pemahaman
masyarakat Islam dalam memahami dan mengamalkan perintah beramar makruf nahi
munkar sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat dan Hadits di atas: Kelompok
pertama, melakukan amar makruf dan nahi munkar dengan paksaan dan
kekerasan. KeloTnpok ini beranggapan bahwa tingkatan paling tinggi dalam
melakukan amar makruf dan nahi munkar adalah dengan tangan (fisik), sehingga
kegiatan yang bersifat eksplosif terutama untuk mehakut-nakuti orang lain agar
tidak melakukan hal yang sama perlu dengan paksaan dan kekerasan. Akibat dari
pemahaman ini kita jumpai dalam masyarakat ada perorangan atau lembaga yang
bertindak bagai penegak hukum dengan merazia dan merusak area yang dianggap
sebagai wilayah tempat kemungkaran Atau, memaksa orang lain untuk melakukan
ibadah tertentu sebagai manifestasi dari amar makruf dengan tangan. Orang yang
tidak shalat dipaksa pergi ke masjid, yang tidak puasa dipaksa untuk puasa,
pendek kata memaksa orang lain menjalankan ajaran agarna di bawah ancaman.
Tanpa menyudutkan kelompok-kelompok tertentu, ada di antara kelompok ini yang
melakukan nahi munkar dengan kemungkaran baru.
Kelompok kedua, orang yang melakukan amar makruf dan nahi munkar didasarkan pada
kedudukar. dan fungsinya dalam masyarakat. Atau lebih mudahnya, kelompok ini
selalu melihat hubungan antara pelaku dengan penganjur amar makruf nahi munkar.
Fungsi pemimpin s.ruktural atau fungsional dalam masyarakat mengharuskan
beramar makruf nahi munkar berdasarkan
kekuasaan
yang dimiliki masing-masing. Ia harus menggunakan fungsi dan kewenangannya
untuk beramar makruf nahi munkar pada bawahan atau kelompok yang menjadi
tanggung jawabnya. Sementara itu, bagi seorang ilmuwan, akademisi, praktisi,
dan sejenisnya melakukannya dengan lisan atau tulisan untuk menggugah orang
lain melakukan kebaikan dan mencegah dirinya dan orang lain dari perbuatan
munkar. Sedangkan bagi orang awam minimal dengan hati, yaitu ada getaran ketidaksenangan
terhadap perbuatan mungkar yang dilakukan orang lain. Tidak ada lagi tingkatan
di bawah ini karena hal itu menandakan ketiadaan iman di dalam sanubari orang
itu.
Kelompok ketiga, yaitu orang yang tidak mau
peduli dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kebaikan seseorang dengan
menjadi penganjur kepada yarg makruf dan melarang atau mencegah perbuatan
munkar yang dilakukan orang lain. Orang yang dikategorikan dalam kelompok
ketiga, lebih tepat disebut sebagai orang-orang apatis atau orang-orang yang
sangat permisif terhadap pentingnya amar makruf dan nahi munkar. Ciri orang
yang berada dalam kategori ini adalah selalu bersikap masa bodoh terhadap
lingkungannya, baik untuk perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Lebih
mengutamakan kesalehan individual daripada kesalehan sosial. Lebih mementingkan
penyelamatan diri sendiri daripada penyelamatan umat.