Rabu, 18 September 2013

Gerakan Jihad Yang benar menurut Syariat Islam

Jihad bukanlah tujuan itu sendiri. Jihad dilakukan dengan tujuan yang jelas. Jika tujuannya sudah tiada, maka peperangan tidak perlu lagi dilakukan. Hal itu hanya akan mendatangkan kemudharatan. Jadi, pertimbangan antara kemudharatan dan kemaslahatan ini adalah salah satu poin penting dalam membangun ijtihad, menyusun syariat Islam, dan mengarahkan kinerja dan langkah kaum muslimin agar senantiasa berada dalam jalur syar’i. 
Penulis juga menjelaskan dasar-dasar penting terkait dengan peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh para pemuda yang berafiliasi dengan gerakan-gerakan Islam, termasuk Jamaah Islamiyah, dengan alat negara (di Mesir). Penulis membagi maslahah dalam tiga hal: harus dilakukan (dharuriyyah), kondisional (hajiyah), dan usaha perbaikan (tahsiniyah). Penjelasan ini selaras dengan apa yang telah diungkap sebelumnya, yakni kewajiban menjaga lima hal pokok dalam kehidupan manusia: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kehilangan salah satu dari lima hal ini adalah hal buruk yang harus dihindari. Sementara maslahah yang kondisional tidak terkait dengan hal-hal mendasar dalam kehidupan seperti di atas. Artinya, tanpa hal tersebut kehidupan tetap bisa berjalan dengan baik. Dan bagian ketiga, yang disebut sebagai tahsiniyah, adalah sebuah kondisi etis dimana moralitas dan akhlak menjadi pertimbangan utama.

Terkait dengan maslahah yang tidak tertulis dalam teks agama, ada tiga hal—seperti dijelaskan oleh para ahli hukum Islam, seperti Imam Ghazali—yang harus diperhatikan sebagai syarat. Pertama, maslahahnya harus jelas ada. Paling tidak berdasar perkiraan mayoritas. Tidak ada tempat bagi maslahah yang hanya berdasar ilusi. Dalam konteks ini, mereka memberikan contoh maslahah kodifikasi Al-Quran pasca-Rasulullah Saw, ketika banyak para penghafal Al-Quran meninggal dalam peperangan, seperti Perang Yamamah.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar